Dikenal dengan sebutan Kota penghasil marmer terbesar di Indonesia,
Kabupaten Tulungagung terletak 154 Km arah barat daya Kota Surabaya.
Kabupaten Tulungagung berbatasan dengan Kabupaten Kediri di utara,
Samudra Hindia di selatan, Kabupaten Blitar di timur dan Kabupaten
Trenggalek di barat.
Menurut sejarahnya, wilayah Tulungagung merupakan wilayah kecil di
sekitar tempat yang saat ini adalah alun-alun kota. Nama Tulungagung
didapat karena adanya sumber air yang besar pada waktu itu. Dalam bahasa
Kawi, Tulung adalah mata air. Sedangkan, agung adalah besar.
Tulungagung terletak di ketinggian 85 Km dari atas permukaan laut.
Pada bagian barat merupakan daerah pegunungan, bagian dari pegunungan
Wilis-Liman. Pada bagian tengah, Tulungagung merupakan dataran rendah,
sedangkan di bagian selatan merupakan pegunungan, bagian dari pegunungan
Kidul.
Dilihat dari keadaan alamnya, Tulungagung memiliki beberapa potensi
alam yang bisa dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Selain dari industri
marmer terbesar berpusat di sini, Tulungagung juga memiliki beberapa
sentra industri kecil dan menengah.
Di daerah asal saya, yaitu Tulungagung, yang namanya ngopi dan nyethe
adalah hal yang nggak bisa dipisahkan. Pengertian nyethe sendiri
adalah mengoleskan endapan kopi ke rokok. Kopi untuk nyethe ini disebut
dengan kopi cethe. Di Tulungagung, warung yang menawarkan menu kopi
cethe ini banyak sekali, sehingga Tulungagung juga terkenal dengan kota
warung kopi cethe.
Kopi yang digunakan untuk nyethe ini memakai bubuk kopi yang sangat
halus. Untuk merekatkan endapan kopi yang halus tersebut ke rokok,
ditambahkan sedikit susu cair. Biasanya rokok yang di cethe membentuk
motif. Motifnya pun macam – macam, mulai sulur, tulisan, tribal bahkan
tokoh pewayangan juga bisa di cethe di rokok. Sehingga nyethe bisa juga
di sebut batik rokok.
Sejarah nyethe sendiri sebenarnya bermula ketika para petani selesai
bekerja dari sawah, kebiasaan mereka akan mampir di warung untuk ngopi
dan bertemu dengan sesama petani lain untuk sekedar bercengkerama
maupun mendiskusikan hal-hal seputar pertanian mereka. Nah, sambil
ngopi dan ngobrol, sesekali rokok yang di hisap diolesi dengan endapan
kopi yang ada di cawan. Kopinya pun tidak sehalus yang ada seperti
sekarang ini atau masih kasar. Endapan kopi yang dicethekan ke rokok
dan terbakar menimbulkan sensasi tersendiri. Hal ini menambah nikmatnya
ngopi sambil ngobrol di warung kopi.
Sekarang, kopi yang dipakai cethe lebih halus, sehingga memungkinkan
untuk digunakan nyethe dengan membentuk motif. Hasilnya pun sangatlah
unik. Banyak teman saya yang berasal dari luar Jawa Timur pada umumnya,
kagum dan terheran-heran mengetahui rokok yang bisa di batik menurut
mereka. Yang ngopi sambil nyethe pun sekarang juga berragam, mulai dari
petani, tukang becak, makelar, mahasiswa, pengangguran, anak SMA,
bahkan pejabat. Tertarik ke dengan kopi cethe dan nyethe rokok? Datang
saja ke Tulungagung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar